Hutan Adat Alas Kedaton adalah kawasan hutan adat yang telah ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui SK.9337/MENLHK-PSKL/PKTHA/KUM.1/11/2019. Penetapan ini memberikan hak pengelolaan kepada Masyarakat Hukum Adat (MHA) Desa Kukuh, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan, seluas ± 9 hektar.
Pengelolaan hutan ini dilakukan oleh masyarakat adat setempat, yang tetap menjaga kuatnya norma dan aturan adat sebagai dasar keberlanjutan ekosistem hutan. Alas Kedaton, bersama Pura Alas Kedaton, berfungsi sebagai monumen budaya hidup dan tempat pemujaan sakral bagi masyarakat Desa Kukuh yang terdiri dari 12 banjar. Tanggung jawab menjaga kelestarian pura dan hutan telah diwariskan secara turun-temurun dan diatur dalam aturan adat desa (awig-awig).
Hutan Adat Alas Kedaton kaya akan keanekaragaman flora seperti Majegau, Mahoni, Juwet, Ancak, Albisia, Janggar Ulam (Salam), Beringin, Kecapi (Sentul), Dau, Cempaga, Sandat, dan Kutat. Selain itu, fauna yang hidup di dalamnya termasuk kera, kelelawar (kalong), landak, burung tekukur, serta berbagai jenis unggas dan reptil. Potensi ekologi hutan ini meliputi sumber air bersih bagi kera, sumber pengairan sawah, tempat ibadah (pura), dan ekowisata.
Desa Adat Kukuh terkenal sebagai salah satu desa di Bali yang masih memegang teguh adat dan nilai-nilai religius. Upacara adat dan keagamaan tetap dilaksanakan sesuai dengan tradisi, sementara masyarakat Kukuh bertanggung jawab menjaga kelestarian hutan. Hingga kini, penebangan pohon secara sembarangan tidak terjadi, dan masyarakat terus melakukan reboisasi meskipun harus menghadapi gangguan dari kera penghuni hutan.
Untuk memperkuat pengelolaan hutan adat serta mengembangkan potensi ekonomi masyarakat, Yayasan CAPPA Keadilan Ekologi bekerja sama dengan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Bali Timur. Program ini bertujuan mendukung MHA Desa Kukuh dalam merencanakan pengelolaan hutan dan membentuk kelompok usaha berbasis sumber daya alam setempat.
Sebelum program tersebut dilaksanakan, pada 17 September 2024, Yayasan CAPPA Keadilan Ekologi dan KPH Bali Timur mengadakan sosialisasi mengenai program yang akan dijalankan. Proses FPIC ini bertujuan untuk mendapatkan persetujuan masyarakat dan memastikan program tersebut dapat dilaksanakan bersama-sama dengan MHA. Dalam diskusi tersebut, masyarakat menyambut baik program ini dan berharap dapat memperkuat pengelolaan hutan adat serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat adat. kegiatan sosialisasi dilakukan secara hybrid (online dan offline).
Discussion about this post