Desa Adat Terunyan, bagian dari Masyarakat Hukum Adat (MHA), telah ditetapkan sebagai pengelola Hutan Adat dengan luas +287 hektar oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Surat Keputusan No. 4769/MENLHK-PSKL/PKTHA/PSL.1/7/2021. Terletak di kaki Gunung Batur dan di tepi Danau Batur, Desa Adat Terunyan dikenal sebagai salah satu desa Bali Aga yang tetap menjaga tradisi dan nilai-nilai religius. Salah satu tradisi unik yang dikenal luas adalah praktik meletakkan jenazah di atas tanah tanpa dikubur, yang menarik minat wisatawan domestik maupun mancanegara.
Sebagai pengelola Hutan Adat, MHA Terunyan memiliki harapan besar untuk mengembangkan potensi usaha dari hutan yang dikelolanya. Hutan bagi mereka tidak hanya penting secara budaya, tetapi juga sebagai sumber ekonomi dan pelindung alam dari potensi bencana seperti banjir dan longsor. Dalam upaya pengembangan potensi ini, MHA Terunyan memiliki peluang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengelolaan hutan yang berkelanjutan.
Pada 19 September 2024, Yayasan CAPPA Keadilan Ekologi bekerja sama dengan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Bali Timur memulai proses FPIC sebagai bagian dari program pengembangan kapasitas MHA Terunyan. Program ini bertujuan untuk memperkuat pengelolaan Hutan Adat dan mengembangkan potensi ekonomi berbasis kearifan lokal. Sosialisasi ini dilakukan secara hybrid (online dan offline), melibatkan berbagai pemangku kepentingan.
Dalam diskusi tersebut, Yuli Parestyo Nugroho, Kasubdit Penetapan Hutan Adat dan Hutan Hak di KLHK, menjelaskan bahwa program ini merupakan tindak lanjut dari penetapan Hutan Adat. Program ini diharapkan mampu meningkatkan kapasitas masyarakat dalam mengelola hutan serta membentuk kelompok usaha berbasis sumber daya alam lokal. Dokumen Rencana Kelola Pemanfaatan Sumber Daya Alam (RKPS) dan Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) adalah kunci untuk mendapatkan dukungan pihak eksternal, termasuk dalam kerjasama dengan mitra serta perizinan usaha.
Ketua Adat Terunyan, Jero Puji Pasek, menyambut baik program ini. Ia berharap program ini dapat membawa manfaat nyata bagi masyarakat, termasuk dalam legalitas pengelolaan wisata yang berada di kawasan Hutan Lindung. Dukungan pengembangan wisata di kawasan Hutan Lindung juga disampaikan oleh Perbekel Desa Terunyan, I Wayan Arjana. Menurutnya, pengelolaan wisata ini dapat menjadi sumber pendapatan tambahan bagi desa jika dikelola dengan sistem yang baik.
Pak Hesti Sagiri, Kepala KPH Bali Timur, menambahkan bahwa untuk pengelolaan kawasan Hutan Lindung, masyarakat perlu mengajukan permohonan resmi melalui BPN (Badan Pertanahan Nasional) untuk kemudian difasilitasi oleh kehutanan. Salah satu rencana yang sedang dibahas adalah pengeluaran area kuburan dari blok inti Hutan Lindung agar dapat dimanfaatkan secara resmi oleh masyarakat melalui mekanisme Perhutanan Sosial.
Yuli Parestyo Nugroho juga menegaskan pentingnya membentuk lebih dari satu jenis usaha, tergantung kebutuhan masyarakat. Usaha-usaha ini bisa dikelola oleh kelompok-kelompok berbeda seperti perempuan, pemuda, dan bapak-bapak, sesuai dengan potensi dan kearifan lokal masing-masing. Program ini diharapkan dapat mengidentifikasi inovasi baru untuk memperkuat kelembagaan adat dan usaha masyarakat.
I Wayan Sulistyo Budi, sebagai penanggung jawab pelaksanaan program di lapangan, menyatakan bahwa Hutan Adat Terunyan belum memiliki RKPS dan KUPS. Oleh karena itu, program ini akan membantu masyarakat dalam menyusun dokumen-dokumen tersebut, yang menjadi syarat penting untuk mendapatkan dukungan dari berbagai pihak.
Discussion about this post